top of page
Search
Silvia Rancilia

Metabolisme Kafein: Bagaimana Kafein Bekerja dalam Tubuh Manusia

Kafein adalah senyawa alkaloid yang terdiri dari beberapa atom nitrogen juga merupakan zat psikoaktif yang berasal dari tanaman tropis dan subtropis semacam kopi, teh, dan kakao. Selain itu, kafein merupakan pestisida alami bagi tanaman tertentu guna menangkis hama serangga. Lalu, mengapa minuman berkafein bisa membuat orang bisa lebih terjaga? Mengapa sebagian orang ketika pagi hari atau setelah makan siang menjadi pemburu kafein? Kopi mungkin menjadi minuman sumber kafein yang paling dekat dengan keseharian kita selain teh dan coklat. Rasanya kita semua sepakat selain jatuh cinta dan mabuk asmara, kafein mempunyai efek stimulan yang bisa mempengaruhi bioritme tubuh seseorang secara fisik, emosional, bahkan intelektual.

Sebetulnya, bagaimana kopi, teh atau coklat bisa mempengaruhi tubuh sehingga seseorang menjadi lebih terjaga atau mempengaruhi mood menjadi lebih baik?


Kopi yang kita minum mengandung kafein yang memberi efek berkisar antara 4 sampai 6 jam. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Statland, BE dalam publikasi American Journal of Clinical Pathology, kafein dapat tinggal dalam tubuh separuhnya selama 5,7 jam dalam tubuh orang dewasa yang sehat normal. Itu artinya, jika kamu minum segelas Americano pada siang hari, maka masih tersisa kafein sekitar 35mg dalam tubuh (dengan asumsi 1 gelas Americano sebanyak 230ml equivalen dengan 75mg kandungan kafein) pada sore hari.


Kafein masuk ke dalam tubuh melalui jaringan epithelial dari mulut, kerongkongan lalu ke dalam lambung hingga masuk ke aliran darah. Hanya perlu waktu sekitar 45 menit bagi kafein untuk diserap melalui organ-organ tersebut.

Kemudian setelah mengalir dalam darah, liver (hati) mulai bekerja memroses metabolisme kafein sehingga kemudian dipecah menjadi beberapa molekul, yaitu theophylline, theobromine, dan paraxanthine. Theophylline berfungsi merelaksasi otot polos sehingga bisa bermanfaat bagi penderita asthma sebab memperlebar saluran pernafasan, sebagian mengendurkan usus besar. Itulah mengapa sehabis minum kopi sebagian orang cenderung ingin “nongkrong” di toilet. Selain itu, theophylline pula yang bisa menyebabkan semakin lancar jayanya aliran darah dengan melebarnya saluran arteri. Sesungguhnya bukan hanya ketika ada kamu di sini saja yang bisa bikin darah berdesir-desir dan jantung ini berdegup kencang seperti genderang mau perang.


Lain lagi dengan theobromine yang berfungsi meningkatkan jumlah oksigen ke dalam otak dan otot. Kemudian ada paraxanthine yang menjadi semacam zat stimulan sistem syaraf pusat dan sistem imun. Otak menjadi reseptor paraxanthine sebagai salah satu antithesis dari hormon adenosine yang mempengaruhi fungsi kantuk dan rasa lelah pada manusia. Ketika molekul pecahan kafein ini diterima oleh otak, maka ia menghalangi adenosine untuk bekerja sesuai fungsinya. Maka dari itu, kopi bisa jadi salah satu penahan kantuk, bukan penahan lapar apalagi rindu.


Di sisi lain, ketika adenosine terhalang oleh molekul kafein, dopamine sebagai hormon neurotransmitter pembawa perasaan bahagia akan masuk ke reseptor di otak untuk sementara menggantikan adenosine. Inilah sebabnya, ketika setelah minum kopi ada perasaan bahwa mood kita menjadi lebih baik kemudian kita jadi patut untuk bilang, bahwa “life begins after coffee.”


Selain itu, sisa-sisa dari metabolit (hasil metabolisme) kafein ini ada yang terjaring oleh ginjal lalu dikeluarkan melalui urine. Bagi sebagian orang yang kurang toleran terhadap kafein, maka ia akan lebih sering bolak-balik ke toilet untuk buang air kecil.


Adapun kecepatan metabolisme dan sensitivitas setiap orang terhadap kafein amat berbeda-beda dan unik. Hal ini juga bisa bergantung pada faktor genetik, usia, kebiasaan minum kopi, kondisi kesehatan, maupun reaksi terhadap obat ketika seseorang menjalani medikasi.


Referensi:

www.sciencedirect.com /science/article/pii/B9780080450469000516

Statland, B.E., Demas, T.J. (1980). Serum Caffeine Half-Lives. Healthy Subjects vs. Patients Having Alcoholic Hepatic Disease dalam American Journal of Clinical Pathology: Rockville Pike: National Center for Biotechnology Information


11 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page